Selasa, 21 Februari 2017

A little part #TRIOTENGIL




Baru saja berakhir
Hujan di sore ini
Menyisakan keajaiban
Kilauan indahnya pelangi
Tak pernah terlewatkan
Dan tetap mengaguminya
Kesempatan seperti ini
Tak akan bisa di beli
Bersamamu kuhabiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya
Melawan keterbatasan
Walau sedikit kemungkinan
Tak akan menyerah untuk hadapi
Hingga sedih tak mau datang lagi
Bersamamu kuhabiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya
Janganlah berganti
janganlah berganti
janganlah berganti
Tetaplah seperti ini
janganlah berganti
janganlah berganti
Tetaplah seperti ini
Ipang-Sahabat kecil

Angka digital di sudut kanan smartphone-ku menunjukkan pukul 02:16. Seperti biasanya, mataku tak kunjung terlelap di peraduannya. Insomnia. Mungkin hanya kata itu yang tepat untuk menggambarkan keadaanku saat ini. Banyak hal yang berkecamuk, tapi aku pun belum menemukan titik fokus tentang apa yang benar-benar kufikirkan. Setidaknya sampai lagu ini mengalun. Tiba-tiba ada dua wajah menyebalkan terlintas di fikiranku. Dua wajah yang memiliki postur tubuh sedikit lebih tinggi dariku. Dua wajah yang seringkali tak menaruh otak mereka di tempatnya. Dua wajah yang akhir akhir ini seringkali menghabiskan waktu denganku, dengan secangkir kopi di tiap hadapannya, entah itu good day cappucino, moccacino, torabika susu, kapal api, robusta hingga arabica. Seringkali tiap gelas berisi rasa yang berbeda agar kami bisa bergantian untuk mencicipi tiap rasanya. Bahkan, terkadang sesekali kejahilan muncul dengan bereksperimen mencampurkan dua rasa yang berbeda, seperti kopi hitam dan susu putih yang masih percampuran wajar hingga air jeruk yang diberi sisa2 kopi-dan tentunya hanya untuk mainan. Ah, itu baru tentang satu hal, secangkir kopi yang bisa menyatukan kami.
Banyak kenangan dengan dua tengil itu. Mungkin banyak hal yang kulewatkan di masa sebelumnya, sampai-sampai banyak hal pertama yang kulakukan bersama dua tengil itu. Seperti... yah kalian pasti bisa menebaknya. Naik kereta api. Itu masuk daftar keinginanku. Yap! Dan aku melakukannya bersama mereka. Hari Jumat itu, janji sarapan bersama, hingga berlari-lari untuk mengejar kereta arah Surabaya. Kami berhasil mendapatkannya, pukul 08:55 kereta akan tiba. Menunggu waktu berlalu bersama mereka itu tak pernah terasa membosankan. Mulai dari bingung meletakkan hp ke satu tempat yang sama-tas doraemon biru yang kecil dan bulat-hingga berdebat untuk memutuskan siapa yang akan membawa botol aqua besar selama di perjalanan. 
Kereta yang nyaman, 3 orang berdesakan di salah satu sisi kereta. Itu kami. Dimulai aku yang berdebar-debar karena ini pertama kalinya aku naik kereta, ubur-ubur yang dengan santainya duduk di tengah, dan tengil yang fokus di sisi jendela-menatap pemandangan yang berlalu mungkin. Aku benar benar tak bisa tertidur di kereta. Ada sejuta senang tapi dilanjutkan juga beban di bahuku, si ubur-ubur tak sengaja menjatuhkan kepalanya di bahuku. Sedangkan tengil, ia pun tertidur dengan earphone yang terpasang di telinganya. Aku hanya ingin tertawa melihat mereka. Satu waktu yang membuat mereka benar-benar terdiam. Yah, kuharap kita selalu seperti ini, saling bersandar, dan saling terbuka tentang apa yang ada di fikiran kita. 
Surabaya menanti. Kami sampai. Dan tujuan kami pun sederhana. Pergi ke DTC, salah satu mall di surabaya. Kami tak berniat membeli barang apapun. Hanya jika sesuatu yang bagus dan sedang kami butuhkan maka kami akan membelinya. Kami menyusuri setiap lantai dengan riang gembira, entah mengapa. Mungkin tujuan yang tak terencana adalah sesuatu yang membuat kami tertawa. Ah! Tak terasa waktu sudah berputar terlalu lama. Itu artinya tak akan ada jalur kereta.
Bungurasih. Terminal Surabaya yang baru pertama kali kujejakkan. Mendengar banyak teriakan para supir dan kondektur yang berusaha mencari penumpang. Ya, hanya menyebutkan satu kota tujuan, akan ada banyak penawaran. Satu bus hijau yang entah tak kubaca namanya. Tapi bus itu tak kunjung beranjak dari tempatnya. Mencari penumpang sebanyak yang meŕeka bisa dapatkan. Sesekali para pedagang asongan masuk menawarkan dagangan. Ada masker, buah, krupuk, koran hingga mainan. Sekilas menengok keadaan di luar bus, banyak pedagang asongan dan penyemir sepatu. Aku dan ubur ubur yang duduk bersebelahan memandangi beliau lekat lekat. Dengan tangan tuanya, beliau menyikat sepatu telaten. Ada gejolak yang membuat bulu kudukku meremang, mengingat kedua orang tua di rumah yang pastinya juga bekerja keras demi anak-anaknya. Subhanallah, betapa berdosanya aku kelak jika aku melukai mereka. Tiba saatnya bus kami pergi perlahan, meninggalkan kegiatan yang berlalu lalang di sekitarnya, dan bapak penyemir sepatu itu.
Perjalanan terasa semakin lama. Macet membuatnya terasa lebih lama. Ketakutan demi ketakutan berlalu. Kalut dalam ketakutan karena waktu ashar hampir habis di tengah jalan, tapi juga ketakutan akan pintu gerbang yang batas waktunya hampir terlewatkan. Ditambah harga bus yang tak terelakkan, seperti terkena tipuan para kondektur nakal. Ah seandainya masih ada kereta sore untuk kembali, mungkin kami tak perlu serisau ini.
Si Tengil berharap harap cemas, terlihat jelas dari raut wajahnya yang kulihat berurai sedikit air mata. Aku hanya berulang kali mengamini apa yg sedang di komat kamit-kan oleh si tengil, entah itu benar-benar do'a atau sekadar curahan hati. 
Berbeda dengan satu orang di sebelahku ini. Bos Ubur-ubur. Kata-kata dan perilaku sangat berlawanan. Ia bilang juga risau, tapi? Wajah tanpa berdosa ditutupi masker terlelap dengan nyenyaknya. Yah mungkin dia hanya risau karena kenyataannya dia benar-benar pulang tanpa naik kereta. 😁
Dan aku? Sepanjang perjalanan hanya melihat deretan garis biru diselingi warna orange dan merah di layar smartphone. Hal bodoh mungkin, tapi aku sendiri merasa sedikit lebih tenang melihat perkiraan lalu lintas dan perkiraan waktu. Setidaknya hal itu sedikit mengalihkan kecemasanku.
Ah! Pukul 5 lebih. Dan akhirnya bus berhenti di tepat di depan indomart. Seketika kami turun, lalu? Berlari. Berlari mengejar waktu yang mungkin harus dihadapi. Pacuan jantung, perut yang lapar, langkah yang saling berkejaran, semua berdominasi menjadi satu. Satu per satu pun mulai berpisah seiring waktu berjalan. Tempat yang berbeda menjadi akhir sebuah perjalanan.
Di hari Jum'at yang kini tak bisa kulupakan, sedikit memori tentang kalian. Dan semoga masih ada waktu untuk mengulang kenangan atau membuat kenangan baru lagi bersama kalian.
Hoaaahhmm.... perlahan rasa kantuk mulai menyerang. Oh aku baru tersadar kalau pagi telah menjelang. Ternyata hanya menceritakan satu hal tentang kalian membutuhkan waktu yang sangat panjang. Selamat beraktivitas kawan! 😊

_khoirunnisa_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hi!

 hai!  Lama sekali aku tak mengunjungi blog milikku sendiri. Aku hampir lupa kalau aku punya akun ini. Waktu sudah lama berlalu, aku sekaran...